Kisah Cupu Terlarang – Cerita ini di ambil dari Buku “Kitab Omong Kosong” Karya Seno Gumira Ajidarma. Buku ini sangat menarik dengan cerita pewayangan dan kisah perjalanan dua manusia yang bernama Satya dan Maneka. Buku ini tersedia di toko – toko buku atau dapat di beli di toko buku Gramedia. Anda penasaran dengan cerita – cerita pewayangan dan kebenaran? Belilah buku “Kitab Omong Kosong” ini, di jamin buku ini sangat baik dan tidak mengecewakan.
************
Alkisah, adalah seorang resi yang sangat mumpuni dalam meditasi, yakni Resi Gotama namanya. Ia tinggal di Padepokan Grastina yang terletak di lereng Gunung Sukendra. Alam sekitar padepokan itu sungguh indah dan sungguh permai, dimana pemandangan terbentang mencengangkan, dengan mega – mega di langit yang membentuk berbagai wujud dalam permainan angin. Padang dataran terhampar, dilekuk kelak – kelok sungai jernih yang mengalir perlahan, menyusuri tepi lereng, dengan pohon rimbun di sana – sini, serta tugu – tugu serta prasasti dalam berbagai posisi.
Resi Gotama mempunyai istri seorang bidadari, Dewi Indradi namanya. Istri bidadari ini adalah bukti pengakuan dewa atas keteguhannya bermeditasi, menutup diri dari dunia dan menuju kecerahan abadi, yang bahkan para dewa pun tidak mampu melakukannya. Namun meski Resi Gotama begitu di akui, tidak berarti Dewi Indradi suka dan rela di hadiahkan seperti barang kepada sang resi. Di Khayangan, bidadari itu telah menjalin hubungan dengan Batara Surya, Sang Dewa Matahari, dan hubungan itu tetap dipertahankannya ketika ia diturunkan ke bumi untuk menjadi istri seorang resi.
“Surya yang perkasa, bagaimana jadinya nasibku, hidup di bumi di pertapaan nan sunyi, menjadi istri resi, alim ulama tak bervariasi, yang mengurung diri setiap hari dalam gua gelap untuk bermeditasi. Selamatkanlah diriku, larikan aku, jadikan aku istrimu.”
Namun riwayat sang dewi telah dituliskan seperti itu. Di lereng gunung itu ia mempunyai tiga anak yang cantik dan rupawan, seorang perempuan dan dua pria perkasa, yakni Anjani, Subali dan Sugriwa. Kepada ketiga anaknya, Resi Gotama mengajarkan segenap ilmu, sehingga meskipun tinggal di tempat terpencil, ketiganya terdidik dan terpelajar seperti setiap mahasiswa utama.
Mereka bertiga mendapat pelajaran yang setara, meskipun begitu Dewi Anjani selalu mengungguli Subali dan Sugriwa dalam pengetahuan langit dan pengetahuan bumi, dalam hal ini sangat menggelisahkan kedua ksatria itu. Meski keduanya tampak unggul dalam ilmu kesaktian, Subali dan Sugriwa tak suka menjadi bodoh di depan Anjani, namun tetap saja mereka tak mampu mengalahkan Anjani.
Subali dan Sugriwa kemudian mengira, bahwa Resi Gotama telah memberi pelajaran dengan cara membeda – bedakan. Mereka tak puas hanya menjadi digdaya, mereka ingin pula punya kuasa dalam pengetahuan dunia. Tiada mereka bisa mengerti betapa Anjani selalu bisa lebih kuasa dalam pengetahuan langit dan pengetahuan bumi, jangan – jangan menertawakan pula dalam hati.
“Ayahanda yang arif bijaksana dan memuja budi pekerti, adakah sesuatu yang Ayahanda tidak ajarkan kepada kami, tetapi diajarkan kepada kakak kami Dewi Anjani?”
“Tidak anakku, tidak ada alasanku untuk berbuat begitu.”
“Namun Anjani kakak kami selalu lebih unggul dalam pengetahuan langit dan pengetahuan bumi, tak rela kami menjadi bodoh dan ditertawakan begini.”
“Subali dan Sugriwa, siapa menertawakan kalian? Pertapaan ini sangat sunyi. Lagi pula, perempan sebaiknya lebih unggul dalam banyak hal melalui otaknya, karena kaum lelaki selalu menindas mereka dengan ototnya.”
“Namun pengetahuan Anjani begitu cemerlang seperti memegang kunci – kunci pengetahuan. Mengapa Ayahanda tidak memberikannya kepada kami?”
“Kunci – kunci pengetahuan? Aku tidak mengerti.”
“Anjani menguasai segalanya, dari astronomi sampai paleontologi, meski tidak merasa benci, kami sungguh – sungguh iri.”
“Subali dan Sugriwa, berjuanglah untuk mengerti, pengetahuan tidak bisa diberikan, melainkan dipelajari.”
Kedua pemuda itu pergi. Tetapi Resi Gotama yang mampu melihat kenyataan di balik gejala permukaan, kini merasa diliputi misteri. Ada sesuatu yang menyentakkannya dari balik dimensi meditasi yang sunyi. Cemburu dan iri hati atas pengetahuan duniawi. Apakah yang membuat Anjani lain dari biasa? Anaknya itu memang cerdas, namun pasti ada sesuatu yang luar biasa, sehingga bahkan Subali dan Sugriwa saudaranya sendiri merasa iri.
Dari manakah datangnya pengetahuan Anjani? Datangnya dari sebuah cupu yang dihadiahkan oleh ibunya, Dewi Indradi. Cupu itu berupa sebuah wadah, yang bisa diisi apa saja. Mungkin sirih, mungkin bubuk, mungkin juga perhiasan atau jimat. Tetapi cupu Anjani itu kosong saja, karena isinya sungguh – sungguh ajaib. Bila dibuka, tutupnya memperlihatkan seluruh keadaan langit dan bagian dalamnya memperliatkan seluruh keadaan di dalam bumi. Tidak aneh jika Anjani bisa membuat Subali dan Sugriwa terheran – heran atas pengetahuannya akan peredaran semesta, kandungan mineral, sampai kedudukan Sanghyang Antaboga di Saptapratala.
Suatu hari, dari kejauhan Subali dan Sugriwa melihat Dewi Anjani sedang melihat – lihat cupu itu. Dewi Anjani duduk di bawah sebuah pohon, diiringi Aria Sraba, pengasuh yang selalu menyertainya.
Setiap anak Resi Gotama sejak kecil memang mempunyai pengasuh, karena sebagai bidadari Dewi Indradi dianggap tidak memahami masalah – masalah manusia. Apabila Anjani diasuh oleh Aria Sraba, maka Subali diasuh oleh Aria Menda dan Sugriwa diasuh oleh Aria Jembawan. Para pengasuh itu sebetulnya para pendeta, dengan kemampuan setara ksatria. Setelah ketiganya dewasa, para pengasuh itu tetap menjadi pengiring, yang dimaksudkan sebagai asisten sekaligus pengawalnya.
Demikianlah dari jauh, dibawah pohon beringin yang rindang, dengan sulur bergelantung, tampak Anjani tenggelam ke dalam dunia cupu. Memandangi cupu itu Anjani menembus dimensi, mengembara dalam belantara semesta, mencerap berbagai pemandangan. Ia melewati para murid yang berdebat dengan gurunya di tepi sungai, ia menunggang angin melewati pantai dimana orang – orang memandang senja, ia berkelok dan meliuk di lorong – lorong Kathmandu, ia mengendap ke gua – gua gelap menyaksikan manusia purba melukis dinding – dinding batu, ia melihat seekor elang melayang dengan anggun dan turun keatas danau untuk menyambar seekor ikan yang menggelepar di cakarnya ketika melayang kembali ke angkasa. Demikianlah pikiran Anjani berkelebat, memahami hukum gaya berat, hukum berbagai kemungkinan, dan teori – teori tentang segalanya. Ditembusnya dada Siwa, nurani Wisnu, api Yama, dan racun bisa Brahma. Diselaminya mimpi – mimpi orang suci, alam pikiran bayi, dan kegairahan para pemain sepak bola. Ia menatap ngeri darah muncrat di arena adu manusia, jerit kijang di terkam buaya, dan panah meleset menusuk leher ular kobra. Anjani menyatu dengan bumi, menyaksikan semut beriringan, cacing menembus tanah, uret bergelung, dan akar tanaman memburu air.
“Bolehkan aku melihatnya, wahai Anjani kakak kami.”
Ia tersentak. Subali dan Sugriwa sudah berdiri di dekatnya. Mereka diiringi oleh Aria Menda dan Aria Jembawan. Empat sosok manusia berdiri mengepungnya, membuat Anjani merasa dirinya sebagai terdakwa. Tetapi dari balik beringin muncul Aria Sraba. Suasana jadi tegang. Para pengawal ini begitu setia, sehingga mereka selalu berpihak kepada anak asuhnya, baik benar maupun salah.
Anjani memandang Subali dan Sugriwa. Mereka adalah saudara – saudaranya tercinta. Ia ulurkan cupu itu. Subali dan Sugriwa berganti – ganti melihatnya. Terkadang saling berebutan, karena pesona luar biasa yang dipancarkan dari dalamnya. Seketika mereka mengerti, kenapa Anjani yang semenjak awalnya memang cerdas, semakin jadi cemerlang karena mengembara dalam dunia cupu yang meskipun maya tetapi mencerahkan.
Namun tiba – tiba Anjani teringat, adanya cupu itu seharusnya merupakan suatu rahasia. Dewi Anjani mendapatkan cupu itu dari Dewi Indradi, ibunya, yang mendapatkannya sebagai tanda mata dari Batara Surya. Hubungan ibunya dengan Batara Surya adalah suatu hubungan rahasia, karena merupakan hubungan terlarang, dank arena itu ibunya berpesan agar keberadaan cupu itu dirahasiakan. Ibunya hanya ingin Dewi Anjani menjadi perempuan cerdas, agar mampu mengatasi masalah di dunia lelaki yang penuh dengan kekerasan. Tak jelas, cupu itu diberikan sebelum, atau setelah ia menjadi istri Resi Gotama. Tak jelas pula, apakah Anjani tahu hubungan ibunya dengan Batara Surya itu.
Dewi Anjani mendadak merebut cupu itu dan lari menuju pertapaan. Subali dan Sugriwa mengejarnya.
“Anjani kakak kami, mengapa engkau harus lari?”
Anjani lari terus dengan bingung, apakah yang harus dikatakannya kepada sang ibu?
Subali dan Sugriwa memburunya sampai masuk pertapaan. Di dalam pertapaan yang penuh tiang dan lorong – lorong yang saling bermiripan, Anjani dan Aria Sraba sulit dicari, maka mereka pun menghadap ayahnya, yang sedang istirahat dari meditasi.
Mereka langsung menggugat.
“Ayahanda Resi, mengapa ayah bersikap tidak adil dalam mengajar? Anjani mendapat anugrah lebih daripada kami. Apakah itu sikap seorang guru sejati?”
Resi Gotama seorang waskita, namun tidak semua hal di dunia ini bisa diketahui manusia, apalagi jika merupakan sesuatu yang sengaja dirahasiakan.
**________________________**
0 comments:
Post a Comment